Admin Admin
Jumlah posting : 257 Join date : 22.01.08
| Subyek: Sarat Perbedaan, Manado Tetap Damai Fri Oct 31 2008, 09:58 | |
| Sarat Perbedaan, Manado Tetap Damai SP/Dwi Argo Santoso Penari Maengket bergandeng tangan membentuk lingkaran seusai pernyataan tekad persatuan pada upacara adat watu pinawetengan, di Manado. Kota ini sebagai contoh kota perdamaian dan persatuan kendati banyak perbedaan, termasuk perbedaan agama.
Orang yang mengaku beragama seharusnya mewujudkan ajaran keyakinannya dengan hidup berdampingan dengan sesama dan alam secara damai. Namun, dalam kenyataannya, persoalan agama malah menjadi persoalan yang sensitif, agama dapat dengan mudahnya dijadikan sarana "adu domba" atau perseteruan.
Di negeri ini, agama Islam adalah kepercayaan yang mendominasi rakyat setelah agama Kristen. Bila disandingkan, dua agama sematik tersebut sebenarnya memiliki persamaan di samping ada perbedaan. Perbedaan pemahaman dan penafsiran, atau untuk kepentingan tertentu, agama dijadikan pemicu konflik di beberapa daerah, seperti yang telah terjadi di Poso, Ternate, dan Ambon.
Hidup damai kendati berbeda agama? Mari belajar dari Kota Manado. Sebenarnya, sama seperti daerah-daerah yang sudah tercemar konflik agama, Ibu Kota Sulawesi Utara ini pun pernah juga "dijajal" oleh oknum-oknum tak bertanggung jawab agar juga menjadi daerah konflik. Tapi, ini Manado, jo! Faktor apa sajakah yang turut mempengaruhi sehingga kedamaian sosial di kota Manado dapat dipertahankan? Peran dan upaya apa pula yang dilakukan oleh negara, para elite agama, politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LBH), dan media massa dalam mempertahankan kedamaian sosial?
Manado adalah kota yang dipilih oleh mahasiswa program doktor, Fakultas Sosiologi, Universitas Indonesia, Rukmina Gonibala untuk dijadikan objek thesis-nya. Dalam ujian seminar hasil penelitian S3 yang berjudul "Pola Hubungan Antara Orang Islam dan Kristen dalam Upaya Mempertahankan Kedamaian Sosial" (Studi Hubungan Antara Orang Kristen dengan Islam Pasca Orde Baru) di kampus UI Depok, Rabu (30/4), ia berpendapat bahwa Manado yang justru terletak di bekas daerah konflik dan didominasi oleh dua agama, yaitu Kristen dan Islam, ternyata masih dapat menjaga kedamaian sosialnya berkat partisipasi warganya.
Sempat muncul istilah "ATM", kepanjangan Ambon, Ternate, dan Manado. Namun hingga saat ini, setelah Ambon dan Ternate dilanda konflik, Manado masih tetap aman dan terkendali.
Partisipasi
Menurut Rukmina, Manado terdiri dari 57 persen umat Kristen dan 32 persen umat Islam, serta sisanya adalah penganut agama Katolik dan Buddha. Dengan penduduk yang memeluk agama berbeda, Manado terbukti masih aman dan terkendali. Bahkan kota ini seringkali dijadikan tempat sidang atau konferensi dari gereja-gereja tingkat nasional bahkan dan bahkan Asia karena dianggap Manado masih merupakan kota yang damai.
Manado kebetulan juga merupakan tempat di mana terdapat berbagai macam Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan media massa. Serta memiliki jaringan yang cukup luas dan cepat dengan akses ke tingkat nasional. Manado juga memiliki kemampuan tawar menawar dengan pemerintah provinsi yang cukup baik serta banyak diadakan penyelenggaraan berbagai kegiatan seperti seminar, diskusi, sarasehan, dialog, baik pada skala lokal, nasional, maupun internasional.
Penelitian Rukmina membuktikan bahwa faktor pendidikan agama justru sebagai sarana kedamaian. Banyak kegiatan agama yang diadakan oleh umat Muslim di Manado, seperti pawai takbiran atau membangun rumah ibadah mendapat partisipasi dari umat Kristen. Sebaliknya, ketika umat Kristen membangun gereja, warga Muslim juga ikut berpartisipasi. Itulah salah satu contoh berjalannya kedamaian sosial di Manado.
Setelah melakukan partisisipasi observasi yang memakan waktu hampir dua tahun, yaitu mulai Maret 2005 hingga Januari 2007, Rukmina juga menyertakan hasil wawancara dengan 20 orang informan kunci serta sekitar 40 narasumber dari masyarakat biasa. Lebih spesifik, Rukmina mengambil sampel di tiga kecamatan di Manado, di antaranya Bunaken, Tuminting, dan Malalayang. Selain itu, ia juga melakukan dokumentasi data.
Metodologi penelitian yang digunakan Rukmina adalah pendekatan secara kualitatif. Pendekatan ini dipilih untuk memahami proses, fenomena, dinamika, perspektif, makna hubungan orang Islam dengan Kristen di Kota Manado.
Secara keseluruhan, data demografi penduduk asli kota Manado berasal dari etnik Bantik Sanger Tua. Masuknya agama Islam ke Manado melalui para pejuang seperti Tuanku Imam Bonjol, Kyai Modjo, dan KH Arsyad Thawil. Juga dari para nelayan yang datang dari Ternate dan buruh-buruh dari Gorontalo, Bugis, dan Makassar.
Sementara itu, jelas Rukmina, apabila merujuk pada konsep Varshney yang menekankan pentingnya variabel masyarakat sipil untuk menjelaskan ada atau tidaknya kedamaian sosial, keberadaan masyarakat sipil yang ditandai oleh adanya jaringan atau pertalian antaretnik dan pemeluk agama yang berbeda akan dapat mencegah konflik dan kekerasan sosial. "Interaksi sehari-hari antarkelompok juga sangat penting dan efektif untuk meredam konflik," tambahnya. Dengan kata lain, semakin menguatnya kohesifitas dalam intercommunal engagement, maka perdamaian antarkelompok dan etnis akan mudah dipertahankan.
Menurut Rukmina, agama yang pertama kali masuk ke Manado adalah Kristen Katolik. Sejarah masuknya agama Kristen Katolik adalah melalui Portugis dan Spanyol. Sedangkan Kristen Protestan masuk ke Manado melalui seorang Zending Belanda bernama Zacharias Cohen. Ada dua cara bagaimana agama Kristen bisa masuk ke Manado, yaitu dengan cara keras dan dengan cara damai. Dengan cara keras adalah dengan warisan sejarah yang ditinggalkan oleh Perang Salib, kemudian karya sastra yang menekan perbedaan, ibadah Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), khotbah, ceramah pendeta, dan penyebaran VCD atau DVD yang beraliran keras.
Sedangkan dengan cara damai adalah dengan cara perkawinan antara pejuang dan saudagar dari Arab, India, Jawa, Bugis Makassar, dan Gorontalo.
Pola Hubungan
Ada lima pola hubungan masyarakat di Manado untuk membangun kedamaian sosial melalui perbedaan agama yang berhasil dideteksi oleh Rukmina, yaitu, kerja sama di bidang asosiasi, kerja sama pemberantasan judi, minuman keras dan narkoba, kemudian pada saat merayakan hari raya, budaya, dan dialog. Mekanisme hubungannya terletak pada pernikahan beda agama, konversi agama, hubungan kekerabatan, dan hubungan ketetanggaan.
Penelitian yang dilakukan Rukmina bertujuan menjelaskan pola hubungan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai subjek dan sekaligus objek dalam mempertahankan kedamaian sosial. Ia juga mencoba mengidentifikasi mekanisme dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan antara orang Islam dengan Kristen dalam mempertahankan kedamaian sosial.
Hubungan Islam dengan Kristen di Manado setelah dilakukan penelitian dapat dikatakan memiliki corak dinamis, khususnya pada komponen kerja sama dan interaksi asosiasional lintas etnik, pengusaha, serta pelaku bisnis. Sedangkan pada komponen hubungan kekeluargaan dan kekerabatan, hubungan Islam dan Kristen bercorak transformatif atau dapat berubah-ubah.
Dijelaskan, faktor-faktor yang mempengaruhi hubungan melalui dialog antartokoh agama dan generasi muda, bercorak akomodatif-kompromistis. Lalu untuk komponen peran negara lebih bercorak eklektik-inovatif, seperti pada komponen peran elite agama dan elite politik. Untuk media masa bercorak profesional, khusus pada komponen wartawan.
Menurut Rukmina disertasi ini dibuat sebagai rekomendasi terhadap pemerintah baik nasional maupun lokal untuk mengambil kebijakan tentang hubungan antarumat beragama. Ada beberapa usulan yang berhasil dihimpun untuk beberapa pihak yang terkait, pertama, untuk organisasi keagamaan, yaitu merevisi fatwa MUI tentang pelanggaran ucapan "Selamat Natal", fatwa tanggal 1 Juni 1980 tentang pengharaman "kawin beda agama". Sedangkan untuk umat, sekiranya dapat mengintensifkan dialog antarumat beragama mulai dari tingkat lingkungan (RT/RW) sampai ke tingkat kota dan provinsi.
Kedua, untuk pemerintah, Rukmina mengimbau agar merevisi SKB Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 01 Tahun 1969 tentang pelaksanaan tugas aparatur pemerintahan dalam menjamin ketertiban pelaksanaan keagamaan.
Data lain yang ditemukan melalui penelitiannya itu, orang-orang Minahasa yang beragama Kristen Protestan terbukti lebih banyak mengendalikan pemerintahan, pendidikan, dan ekonomi masyarakat Manado. Mereka menduduki posisi-posisi kunci dalam struktur kekuasaan mulai dari jabatan gubernur, walikota, rektor universitas, sampai dengan jabatan kepala kantor dinas propinsi dan kota. [WWH/R-8] Suara Pembaruan Daily | |
|