Admin Admin
Jumlah posting : 257 Join date : 22.01.08
| Subyek: Menengok kehidupan warga Jaton Fri Feb 01 2008, 19:31 | |
| Menengok kehidupan warga Jaton 'Bahasa Ibu' Hilangkan Semua Perbedaan SUNGGUH luar biasa tingkat kerukunan antar umat beragama, yang ditunjukkan warga pendatang yang ada di Kampung Jawa Tondano (Jaton). Meski hidup sebagai kaum minoritas yakni dikelilingi umat nasrani di Kabupaten Minahasa, namun tak membuat turunan Pahlawan Kyai Modjo yang hadir di tanah Toar Lumimuut sejak tahun 1831 ini, terpinggirkan. Justru sebaliknya mereka bisa tampil sebagai bagian dari perjalanan sejarah kerukunan Minahasa.
Berikut cuplikan kisah hadirnya kampung Jaton. Merebaknya perang Diponegoro yang ada di Jawa Tengah (Jateng) tahun 1825 hingga 1830, mengakibatkan sejumlah warga Jateng yang menjadi tawanan warga Belanda saat itu, diculik oleh penjajah Belanda dan menempatkan ke 63 warga Jateng tersebut yang semuanya laki-laki, disebuah desa Tasik Oki Kema yang dahulu masih wilayah Minahasa. Dan mungkin karena lokasi rawah yang ada di sekitar desa Kembuan Tondano saat ini, merupakan lahan yang dianggap penjajah Belanda bisa 'memusnahkan' warga Jateng tersebut, yakni lokasi yang banyak ditumbuhi sarang penyakit, khususnya demam berdarah, maka membuat orang-orang Belanda tersebut menempatkan warga Jateng dibawah pimpinan Kyai Modjo dilokasi tersebut. Dan mereka sendiri (orang Belanda), akhirnya secara perlahan angkat kaki meninggalkan lokasi rawah tersebut. Tak mau hidup mereka mati sia-sia, maka Kyai Modjo beserta pengikutnya lalu berpindah tempat ke desa Tegal Rejo Tonsealama. Dari situlah, ke 63 pria yang diketahui masih bujang itu, langsung mengadakan adaptasi dengan warga setempat. Sejak saat itulah mulai terjadi kawin-mawin dan pada akhirnya meluas menjadi kampung Jawa Tondano. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, maka disaat itulah dibentuk suatu pemerintahan, sehingga jadilah desa kampung Jawa Tondano dengan Hukum Tua (Kumtua) pertamanya adalah Kyai Pajang Tu Menggung Zees. Dengan berdirinya pemerintahan saat itu, maka tak sedikit marga (Vam) orang Minahasa menjadi bagian hidup dari turunan pengikut Kyai Modjo ini. Ke 63 warga Jateng tersebut, secara perlahan mulai mempersunting keke Minahasa saat itu baik dari marga Tombokan, Rumbayan, Wenas, Maukar, Rondonuwu, Kawilarang, Karinda, Tombuku serta Supit. Dengan hadirnya keke Minahasa mendampingi warga turunan Kyai Modjo ini, maka membuat anak, cucu, cece, cicit hingga yang ada saat ini, diajarkan bahasa ibu atau bahasa orang Tondano, yang merupakan gabungan dari bahasa Toulour, Tonsea dan Tombulu. Dan sampai saat ini, dalam hal penguasaan bahasa daerah, warga kampung Jaton tak kalah dengan penduduk asli. Bahkan terkadang, mereka lebih paham bahasa Tondano dari pada penduduk asli Tondano. Hal terpenting yang tercermin dari Kampung Jaton ini adalah kerukunan umat beragama, termasuk dalam merayakan hari-hari besar keagamaan, begitu kental dan penuh keakraban. Disaat umat Nasrani merayakan hari Natal misalnya, maka warga Jaton pasti akan berkunjung tanpa harus melihat latar belakang perbedaan agama. Begitu juga saat warga Jaton merayakan Idul Fitri dan hari raja Ketupat, pasti warga Kristen yang ada disekitar Jaton akan melakukan perkunjungan. Dan silaturahmi semacam ini, terus berlangsung sampai saat ini. Hal ini tentunya membuat Ibukota Kabupaten Minahasa Tondano, bisa dikatakan sebagai titik pertemuan ikatan kekeluargaan yang terjalin antara umat Nasrani dan umat Muslim. Kampung Jaton sendiri merupakan satu-satunya desa yang murni dihuni penduduk muslim. Jumlah penduduknya sekitar 2737 jiwa atau 765 KK. Dan yang terpenting kerukunan hidup antar agama di daerah ini cukup bagus dan saling menghargai. Sebagai masyarakat muslim, penduduk Kampung Jawa paham betul terhadap pengaruh luar yang bisa mengancam akidah khususnya para remaja. Itu sebabnya, mereka terus menghidupkan berbagai kesenian khas Islam tradisionil, seperti hadrah, salawat badar, nasyid dan kesenian Al-Falah. Para remaja disini tergabung dalam organisasi sosial seperti Remaja Masjid, Rukun Pemuda, Karang Taruna dan arisan.(epen) | |
|