Majalah Tempo kembali tersandung masalah. Kali ini sampul depan (cover) majalah mingguan berita edisi terbaru Nomor 50/XXXVI/04, 10 Februari 2008 -- tentang mantan presiden Soeharto (almarhum) bersama anak-anaknya di meja makan -- itu dinilai telah melecehkan simbol kudus umat kristiani, khususnya Katolik di Indonesia. Gambar sampul majalah berjudul Setelah Dia Pergi tersebut, mirip format lukisan perjamuan terakhir Yesus pada murid-muridnya. Yaitu, The Last Supper, karya Leonardo Da Vinci.
Selasa (5/2) siang, sejumlah perwakilan organisasi Katolik tingkat nasional, mendatangi kantor Tempo di Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. Mereka menilai lukisan sakral itu telah dianalogikan Tempo dengan keluarga mantan penguasa Orde Baru -- yang di mata masyarakat berlumuran kasus KKN.
Para pengunjuk rasa berasal dari Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Forum Komunikasi Alumni PMKRI (Forkoma), Pemuda Katolik, Tim Pembela Kebebasan Beragama, Solidaritas Demokrasi Katolik Indonesia (SDKI), Forum Masyarakat Katolik Indonesia (FMKI), Wanita Katolik RI (WKRI), dan Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA).
'Cover itu sangat menyinggung hati nurani dan keimanan umat Katolik. Karena foto jamuan makan terakhir itu merupakan perlengkapan ibadah kami. Mereka (redaksi Tempo) mengaku keliru dalam mengambil analogi. Sesuatu yang menurut kami justru bertolak belakang dan menimbulkan keresahan,'' kata Ketua Forkoma, Hermawi Taslim.
Umat Katolik meminta klarifikasi dan pernyataan maaf dari penanggung jawab Tempo. Mereka juga ingin memastikan kejadian seperti ini tak akan terulang, bukan hanya untuk umat Katolik, tapi bagi umat beragama lainnya di Indonesia. Dimintanya pula agar edisi majalah itu ditarik dari peredaran.
Persoalan ini akan kami anggap selesai bila Tempo memenuhi komitmennya meminta maaf secara terbuka dan lugas dengan bahasa yang dimengerti oleh masyarakat di pelosok,'' tegas Herwawi, yang juga fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa.
Meminta maaf
Selama hampir dua jam, perwakilan umat Katolik itu berdialog dengan pimpinan Tempo. Mereka diterima oleh Pemimpin Redaksi Toriq Hadad, Redaktur Eksekutif Wahyu Muryadi, Redaktur Senior Fikri Jufri, dan awak redaksi lainnya.
''Kami hanya mengambil inspirasi dari sebuah gambar yang dilukis Leonardo Da Vinci... Perbedaan tafsir ini kami hormati dan saya sebagai pemimpin Majalah Tempo mohon maaf apabila gambar ini dianggap menistakan umat Kristiani,'' ujar Toriq.
Sesuai tuntutan perwakilan umat Katolik, pernyataan maaf Tempo itu akan dikemas dalam berita yang dimuat Koran Tempo hari ini (6/2). Berita serupa sudah dimuat pula dalam Tempo Interaktif. Pekan depan, dalam edisi Majalah Tempo berikutnya, pernyataan maaf itu akan dibuat lagi.
''Dirubrik surat dari redaksi, kami akan mengulangi pernyataan minta maaf dan penjelasan tentang cover itu,'' jelas Toriq. Tak ada tuntutan ganti rugi. Hanya saja, Toriq mengaku sulit bila harus menarik kembali edisi khusus majalah itu yang sudah terlanjur beredar di masyarakat.
Redaksi hanya bisa mengganti sampul depan Majalah Tempo edisi bahasa Inggris yang belum diedarkan. ''Secara teknis tidak mudah untuk melakukan penarikan,'' kilah Toriq.
'Hati-hati terhadap Masalah Sensitif'
JAKARTA -- Partai Damai Sejahtera (PDS) meminta semua pihak, berhati-hati dalam menampilkan masalah sensitif terutama menyangkut nilai sakral agama. PDS pun menuntut klarifikasi gambar keluarga mantan presiden Soeharto pada sampul majalah empo terbaru, yang mirip perjamuan kudus Yesus, The Last Supper, karya Leonardo Da Vinci.
Wakil Ketua Umum PDS, Denny Tewu, mengatakan, jajaran DPP PDS, Senin (4/2) malam, malah menggelar rapat khusus membahas cover Tempo tersebut. `'Kami putuskan meminta penjelasan pihak Tempo, apa motif pemuatan gambar itu? Adakah ingin melecehkan umat kristiani?'' katanya, kepada Republika, kemarin.
Diakui Denny Tewu, gambar tersebut memang tidak sama dengan gambar perjamuan kudus, namun ada kemiripan. Sebagai orang timur, ia meminta seharusnya semua pihak menyadari akan adanya beberapa wilayah sensitif, yang bisa memunculkan ketersinggungan.
''Kebebasan berekspresi semestinya tetap menjaga wilayah-wilayah yang bisa memunculkan ketersinggungan kelompok tertentu. Harusnya kita sadar kita itu orang Timur,'' ujar Denny.
Anggota Komisi VIII DPR, Ahmad Farhan Hamid, menambahkan, persoalan ketersinggungan seperti itu tidak hanya dialami umat Kristen. Ajaran dan simbol kesucian umat Islam juga sering dilecehkan dengan dalih kebebasan pers dan berekspresi.
`'Seharusnya semua pihak berhati-hati bila berkait dengan persoalan sensitif seperti itu. Media massa harus bisa menimbang antara yang baik dan buruk,'' tandas politisi PAN itu.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Masdar Farid Mas'udi, juga mengatakan, persoalan tersebut berkait dengan wilayah tepo seliro (toleransi). ''Harusnya ada kesadaran masyarakat untuk menjaga hal-hal yang bisa memunculkan ketersinggungan umat beragama,'' katanya. dwo (djo/RioL)
(C) 2008 JATON Link