Norman G. Finkelstein menulis buku dengan begitu jujur. Bahwa holocaust hanyalah sebuah “idustri” kebohongan untuk memeras Negara-negara besar
Selain Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad, belum pernah ada tokoh di dunia yang berani secara terang-terangan mengatakan keberadaan holocaust hanya sekedar mitos. Sebab, bagi banyak orang, khususnya di Barat dan Eropa, menolak keyakinan keberadaan Holoucaust bisa dianggap sebagai ‘anti semit’ dan sebuah pelanggaran tidak sepele.
Holocaust, yang diklaim kaum Yahudi sebagai peristiwa pembantaian oleh Nazi Jerman di bawah Adof Hitler di masa Perang Dunia II –kaum Yahudi juga menyebutnya sebagai ‘the final solution— dan dianggap menyebabkan lebih dari enam juta kaum Yahudi ‘dibantai’ di ruang gas di kamp-kamp Auschwitz tak lain hanyalah ‘kebohongan’ tergoranisir dan tercanggih di abad ini.
Kecuali orang tak tidak waras, bagi kebanyakan orang normal, meyakini lebih dari enam juta kaum Yahudi disiksa dan dibantai adalah sulit dinalar. Bagi yang percaya propaganda murahan seperti ini, membantai jutaan orang –secara matematis membutuhkan 137 orang perjam-nya untuk dibantai—adalah omong kosong yang tak bermutu. Sebab, selama Perang Dunia II, hanya ada segelintir kamp-kamp di Jerman. Selain itu, kota Austchwitz adalah kota kecil. Seharusnya Jerman harus menyediakan ratusan kamp di kota kecil itu.
Bahkan selama 6 hari pada Oktober 1999, sebuah tim Australia yang dipimpin oleh Richard Krege –seorang insinyur elektronik terkemuka– melakukan pengujian terhadap tanah pada bekas kamp Treblinka II di Polandia, di mana para sejarawan Holocaust meyakini jutaan orang Yahudi dibunuh di kamar gas kemudian dikubur secara massal, tak mendapatkan bukti apapun, kecuali kebohongan.
Untuk yakin bahwa jumlah Yahudi di Eropa selama 60 tahun lalu melebih enam juta jiwa (sedangkan saat ini jumlah keseluruhan populasi hanya berkisar 20 juta jiwa) diperkirakan hanya bisa diwakili orang-orang yang ‘tidak sehat’ berfikir.
Lantas bagaimana bisa cerita lelucon ini bisa “menyihir” jutaan orang dan Negara-negara besar di Barat dan Eropa? Panjang ceritanya. Lagi-lagi, tak jauh dari ‘teori konspirasi’ (meski hal-hal seperti ini sering dianggap isapan jempol semata).
Sejak mendirikan negara tahun 1948 dengan merampas tanah Palestina, Israel tidak begiku dianggap penting di dunia. Bahkan ketika Israel ikut bersekutu dengan Perancis dan Inggris menyerang Mesir tahun 1956 yang membuat semenanjung Sinai jatuh, Israel tetap tak dianggap berarti.
Bahkan Amerika Serikat (AS) kala itu lebih memilih “Negara Arab” untuk menjaga hubungannya karena dianggap lebih menguntungkan secara politis di masa depan.
Yahudi –dalam hal ini Holocoust— tiba-tiba dianggap begitu penting bagi pemerintahan Amerika khususnya, setelah ia berubah menjadi ‘industri politik’ yang digunakan untuk memeras dolar.
Sampai-sampai banyak warga Amerika yang lebih mengenal Holocaust dibanding sejarah penting mereka sendiri seperti peristiwa Pearl Harbor, di mana sejarah jatuhnya bom atom oleh Jepang. Bahkan hingga hari ini, tak ada penghargaan lebih tinggi melebihi Holocaust di Amerika Serikat (AS).
Begitu dahsyatnya “sihir” Holocaust, sampai-sampai bagi yang tak mengakui –termasuk yang menolak dan mengingkarinya—harus berhadapan dengan penjara. Tak kurang dari beberapa ilmuwan penting seperti; Robert Faurisson, Profesor Roger Garaudy (Perancis), David Irving (Inggris), Ernest Zandel (Kanada), Gatsom Amadeus (Swiss), George Ashley (AS), Dr. Joel Heyward (New Zealand), kesemuanya harus menjalani hukuman atas keberanian mereka menentang fakta adanya “kebohongan” Holocaust.
Buku ini merupakan salah satu buku laris di Eropa, Timur Tengah, Asia, dan Amerika. Penulisnya adalah Norman G. Finkelstein membuktikan sendiri kebenaran skandal bernama Holocaust. Sebuah fakta sejarah yang tiba-tiba berubah menjadi “industri politik” dan bisa memeras berbagai negara, terutama Amerika Serikat. Termasuk pemerasan bank-bank Swiss. Sang penulis, Norman G. Finkelstein –yang mengalami sendiri peristiwa itu, karena berdarah Yahudi—membuktikan banyak kebohongan yang kini terus-menerus dipaksakan ke seluruh penjuru dunia. Setidaknya, buku ini teramat penting bagi yang silau oleh tipu daya Yahudi.
Sebagaimana kata koran The Times, “Buku ini meneriakkan skandal. Ini adalah sebuah polemik yang disuarakan dengan keras.”
[cholis akbar]